SuaraBali.id - Cerita miris nasib guru di pedalaman Lombok Barat terjadi di Dusun Panggang, Desa Persiapan Belongas, Kecamatan Sekotong, Lombok Barat (Lobar).
Jalannya menuju sekolah tempatnya mengabdi tidaklah mudah. Untuk menempuh perjalanan ini guru harus melewati perbukitan.
Tantangan menuju sekolah untuk mengajar ini meningkat kala tiba musim penghujan. Jalanan berlumpur mau tak mau harus dihadapi.
Tak jarang ia terpeleset saat mengendarai motor dinasnya yang bermerek WIN 100 cc. Namun ketika jalanan sudah tak mungkin dilalui dengan kuda besinya tersebut, terpaksa kendaraannya itu dititipkan di rumah warga.
Ia pun melanjutkan perjalanan demi mengajar para murid dengan jalan kaki sejauh 7 kilometer. Namun lebih miris lagi, sarana Mandi Cuci Kakus (MCK) juga belum memadai.
Kala hendak buang air, sang guru harus rela seperti muridnya, buang air di pinggir pantai atau di semak-semak. Apa daya, fasilitas di pelosok Lombok Barat tersebut benar-benar tak memadai.
Cerita miris ini dialami oleh Kepala Sekolah SDN Panggang, Lalu Gunawan. Ia menceritakan pengalaman pilunya untuk menuju sekolah.
Sambil menggeber motornya, ia mengisahkan kala musim hujan dan lumpur benar-benar parah, maka dirinya harus memikul kendaraan.
Memang untuk menuju sekolah ini bisa menggunakan sampan, namun tak ada yang gratis, ia harus mengeluarkan ongkos untuk pulang pergi hingga Rp 50 ribu. Sehingga mau tak mau, demi pengiritan ia tetap mengandalkan motornya.
"Kalau untuk sepeda motor sekali jalan Rp 50 ribu, untuk bensin 20 ribu sisanya untuk makan," ujarnya saat dihubungi suara.com, Jumat (25/11/2022).
Untuk datang pagi ke sekolah, Gunawan berangkat pukul 06.00 Wita. Jika berangkat lebih lambat, dapat dipastikan ia akan terlambat ke sekolah.
Namun ketika musim hujan, ia harus berangkat pagi buta dari rumah selepas Subuh.
"Tidak jauh dari rumah hanya 15 kilometer tapi medan yang sulit, untuk itu kami mohon diperhatikan infrastruktur", katanya.
Saat air sedang surut, perjalanan ke dapat sekolah dapat dilalui dari sebuah menange atau semacam tambak. Tidak perlu melewati bukit, namun jika air pasang, harus melalui jalanan berbukit.
"Kalau pasang ya naik jalanan bukit," keluhnya.
Berita Terkait
-
Kartu Petik Lara: Ruang Aman Lewat Permainan
-
Membangun Sekolah Ramah Anak: Peran Penting Guru dalam Kampanye Antibullying
-
Tak Hanya Sesama Teman, Saat Guru dan Dosen Juga Jadi Pelaku Bully
-
Menkeu Purbaya Akui Gaji Guru Kecil, Tapi Lebih Pilih Naikkan Gaji Dosen
-
Saat Alam Bicara: Membaca Banjir dan Longsor Sumatera lewat Filsafat Minangkabau
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Motor Bekas di Bawah 10 Juta Buat Anak Sekolah: Pilih yang Irit atau Keren?
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- 5 Mobil Bekas 3 Baris Harga 50 Jutaan, Angkutan Keluarga yang Nyaman dan Efisien
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
- 10 Mobil Bekas Rp75 Jutaan yang Serba Bisa untuk Harian, Kerja, dan Perjalanan Jauh
Pilihan
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
-
Agensi Benarkan Hubungan Tiffany Young dan Byun Yo Han, Pernikahan di Depan Mata?
Terkini
-
BRI Bersama BNI dan PT SMI Biayai Proyek Flyover Sitinjau Lauik Senilai Rp2,2 Triliun
-
Rekomendasi Rental Motor Murah di Bali Mulai Rp50 Ribu
-
5 Rekomendasi Penginapan Murah Meriah di Ubud Bali
-
7 Tempat Wisata Wajib Dikunjungi Saat Pertama Kali ke Bali
-
5 Mobil Keluarga dengan 'Kaki-Kaki' Jangkung Anti Banjir