SuaraBali.id - Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menyebabkan resistensi sehingga antibiotik tak lagi mampu mematikan bakteri penyebab penyakit.
Hal ini diungkapkan Ahli infeksi dan penyakit tropik Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Ariesti Karmila, SpA(K), M.Kes, Ph.D.
"Sepuluh tahun ini kita menemukan bahwa banyak sekali penggunaan antibiotik yang mungkin tidak tepat atau cenderung berlebihan, sehingga manfaatnya berkurang dan bila dibiarkan bukan hanya membahayakan pasien tapi juga masyarakat banyak. Artinya, dia bisa menimbulkan resistensi," katanya dalam bincang-bincang kesehatan, Selasa (22/11/2022).
Ia menjelaskan resistensi terjadi karena saat antibiotik digunakan dengan cara yang tidak tepat, bakteri mengubah dirinya untuk bisa beradaptasi dengan sekitarnya sehingga kebal dengan antibiotik.
Baca Juga: Resep dr.Zaidul Akbar Bisa Atasi Biduran Pakai 3 Jenis Bahan Rempah Ini, Minum dan Balurkan Saja
"Untuk itu, salah satu cara yang bisa kita lakukan adalah memastikan bahwa pemakaian antibiotik ini benar-benar tepat, sehingga yang kita dapatkan itu hanya manfaatnya dan bisa meminimalisir dampak negatifnya termasuk resistensi antibiotik," ujar Ariesti.
"Karena kalau misalnya semua sudah resisten, kita tidak punya senjata lagi untuk mengatasi infeksi bakteri," tambah dia.
Oleh karenanya, Ariesti mengatakan penggunaan antibiotik harus sesuai dengan rekomendasi dokter, mulai dari jenis hingga dosisnya.
Jika anak demam misalnya, Ariesti sangat tidak menyarankan orang tua untuk langsung memberikan antibiotik tanpa berkonsultasi ke dokter. Pasalnya, kata dia, perlu ada pemeriksaan terlebih dahulu untuk mengetahui penyebab demam anak.
"Harus dilihat dulu penyebabnya apa, apakah benar-benar disebabkan oleh bakteri atau mungkin virus. Kalau virus tentu tidak ada gunanya kita memberikan antibiotik. Banyak penelitian kalau ini malah akan membunuh bakteri atau kuman yang baik," katanya.
Baca Juga: Polisi Purwakarta Salurkan Bantuan Pada Korban Gempa Cianjur
"Selain itu antibiotik juga banyak jenisnya. Ada yang empiris diberikan di awal-awal, ada yang bisa dipakai untuk semua, dan ada yang untuk bakteri tertentu," imbuhnya.
Berita Terkait
-
Dokter Residen Unpad Perkosa Keluarga Pasien, Pakar Soroti Tata Kelola RS yang Lemah
-
Terobosan Medis 2025: Pengobatan Revolusioner untuk Kanker, Jantung, dan Parkinson di Depan Mata
-
Kisah Tio Pakusadewo Terserang Stroke 2 Kali, Ogah Minum Obat Hipertensi Seumur Hidup!
-
BPOM Indonesia: Peran, Tugas, dan Kontribusinya dalam Menjaga Kesehatan Masyarakat
-
10 Obat Herbal Terbaik untuk Menjaga Kesehatan Jantung secara Alami
Terpopuler
- 10 Transformasi Lisa Mariana, Kini Jadi Korban Body Shaming Usai Muncul ke Publik
- Daftar Pemain Timnas Belanda U-17 yang Gagal Lolos ke Piala Dunia U-17, Ada Keturunan Indonesia?
- Titiek Puspa Meninggal Dunia
- Gacor di Liga Belanda, Sudah Saatnya PSSI Naturalisasi Pemain Keturunan Bandung Ini
- Eks Muncikari Robby Abbas Benarkan Hubungan Gelap Lisa Mariana dan Ridwan Kamil: Bukan Rekayasa
Pilihan
-
BMKG Bantah Ada Anomali Seismik di Bogor Menyusul Gempa Merusak 10 April Kemarin
-
6 Rekomendasi HP Rp 4 Jutaan Terbaik April 2025, Kamera dan Performa Handal
-
5 Rekomendasi HP Rp 2 Jutaan Snapdragon, Performa Handal Terbaik April 2025
-
Hasil BRI Liga 1: Diwarnai Parade Gol Indah, Borneo FC Tahan Persib Bandung
-
Persija Terlempar dari Empat Besar, Carlos Pena Sudah Ikhlas Dipecat?
Terkini
-
23 Persen Sampah di Bali Dibuang Sembarangan, Diduga Jadi Penyumbang Sampah Laut
-
Mewahnya Hotel Tempat Luna Maya Dan Maxime Gelar Pernikahan di Ubud, Akomodasi Full Sampai 3 Hari
-
Dengan Pendanaan BRI, Warung Makan Bu Sum di Beringharjo Makin Berkembang dan Laris
-
Dishub Bali Bingung, Sebut Rencana Kapal Cepat Banyuwangi Denpasar Baru Sepihak
-
Obat Rindu, Para Dokter di Hospital Playlist Akan Muncul di Resident Playbook