Scroll untuk membaca artikel
Eviera Paramita Sandi
Selasa, 02 Agustus 2022 | 16:18 WIB
Taksi Blue Bird. (bluebirdtaxi.blogspot.com)

SuaraBali.id - Perusahaan penyedia layanan transportasi Blue Bird digugat pemegang saham Elliana Wibisono Rp 11 Triliun. Kasus ini sebenarnya bukanlah perkara baru.

Gugatan Rp 11 triliun Blue Bird itu dimulai sejak Elliana merasa tidak mendapatkan haknya sebagai pemegang saham.

Ia akhirnya mendaftarkan gugatan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 25 Juli 2022 lalu.

Perusahaan taksi itu digugat atas perubahan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) serta pengelolaan saham. Gugatan telah terdaftar resmi dengan nomor nomor 677/Pdt.G/2022/PN JKT.SEL. Gugatan terkait dengan perubahan AD/ ART perusahaan, kepemilikan saham Elliana Wibisono pada Blue Bird Taxi dan Big Bird, serta satu pemegang saham lain di Blue Bird.

Penggugat adalah Elliana Wibisono yang didampingi kuasa hukumnya Davy Helkiah Radjawan.

Adapun pihak-pihak yang digugat antara lain Blue Bird Tbk, Big Bird, Blue Bird Taxi dan sejumlah pihak yaitu Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran, mantan Kapolri Bambang Hendarso Danuri, Purnomo Prawiro, Nona Sri Ayati Purnomo, Endang Purnomo dan Indra Marki.

Fadil Imran dan Bambang Hendarso Danuri digugat lantaran melakukan perbuatan melawan hukum setelah menghambat keadilan bagi Elliana. Kemudian, PT Blue Bird Tbk dan Big Bird digugat akibat menghalang-halangi hak Elliana selaku pemegang saham perseroan.

Gugatan ini bukanlah gugatan pertama yang dilakukan pemegang saham Blue Bird terhadap manajemen perusahaan. Kasus gugat-menggugat itu telah dimulai sejak 2013 antara perusahaan dan pemilik Blue Bird serta keturunannya.

Keterikatan Elliana Wibisono dengan Blue Bird dimulai ketika sang ayah Surjo Wibisono berperan dalam mendirikan PT Sewindu Taxi yang kemudian berubah nama menjadi PT Blue Bird Taxi pada medio 1970-an.

Setelah itu, saham Blue Bird secara berangsur-angsur dikuasai oleh anggota keluarga pendiri.

Selain keturunan dari Surjo Wibisono, saham dipegang oleh keturunan dari para pendiri lain yakni Mutiara Fatimah Djokosoetono, Chandra Suharto, dan Purnomo Prawiro.

Perusahaan mulai retak sejak 1990-an ketika anak-anak dari para pendiri mulai berkonsentrasi menjalankan perusahaan pribadi.

Hingga 2013, selain Elliana Wibisono, gugatan juga pernah dilayangkan Mintarsih A. Latief yang merupakan anak dari Mutiara.

Mintarsih bahkan pernah mengajukan gugatan melawan hukum untuk keturunan Chandra Suharto dan Purnomo Prawiro.

Load More