Scroll untuk membaca artikel
Eviera Paramita Sandi
Rabu, 20 April 2022 | 12:13 WIB
Sebanyak 14 terduga teroris telah diamankan oleh Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri, Kamis (16/12). (foto: antara)

SuaraBali.id - Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid mengatakan bahwa Negara Islam Indonesia (NII) merupakan induk dari jaringan teror di Indonesia. Organisasi ini disebut ingin mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi atau sistem agama menurut mereka.

Penangkapan terhadap 16 anggota NII dinilainya menjadi langkah tepat oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri.

Penangkapan terhadap anggota NII yang ingin menggulingkan pemerintahan sah sebelum 2024 itu adalah langkah preventive justice (pencegahan) dan antisipasi dini.

"NII itu jelas merupakan induk dari semua jaringan teror di Indonesia, dimana pada tahun 1993 NII mengikuti perkembangan geopolitik global hingga akhirnya pecah mejadi JAT (Jamaah Ansharut Tauhid), JAD (Jamaah Ansharut Daulah), dan sebagainya,” kata Nurwakhid Rabu (20/4/2022).

Menurutnya upaya penanggulangan terorisme itu sesuai amanat UU Nomor 5 Tahun 2018, harus secara holistic (menyeluruh), komprehensif dari hulu sampai hilir.

“Hilirnya adalah proses hukum atau law enforcement, hulunya adalah pencegahan yaitu preventive justice, dengan menangkap dan menindak," jelasnya.

Ia menyebut eksistensi NII merupakan ancaman serius kendati anggota maupun pengikut gerakan itu masih minoritas.

Ini karena ada agenda NII untuk mengambil alih kekuasaan untuk mengganti ideologi negara dengan sistem agama yang mereka percayai benar melalui berbagai skenario dan strategi.

"Strategi yang mereka lakukan selain taqiyah (menyembunyikan jati diri) adalah tamkin yaitu mempengaruhi semua lini, menciptakan konflik untuk membuat chaos (kekacauan) guna mengakselerasi agendanya, seperti kasus Poso dan Ambon," ucapnya.

Adapun putra pendiri Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII), Sarjono Kartoesuwiryo, dia mengatakan anggota NII saat ini menurut data resmi masih ada sekitar 2 juta orang, belum termasuk simpatisan yang belum terdata.

Sarjono sendiri telah menyatakan ikrar setia kepada NKRI di Kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam) Jakarta pada 2019.

Nurwakhid juga menepis keraguan masyarakat akan eksistensi NII yang justru dianggap sebagai sikap berlebihan dari aparat dalam menetapkan kelompok tersebut sebagai gerakan teror.

"Jadi, siapa pun mereka, apakah itu JAD, JI (Jemaah Islamiyah), NII, kalau unsur-unsur tindak pidana terornya sudah mencukupi, maka kami langsung akan segera melakukan penindakan. Selanjutnya, diproses hukum dan dideradikalisasi untuk menyadarkan mereka kembali kepada NKRI," tegasnya.

Dalam kesempatan yang sama, dia mendorong pembentukan regulasi untuk melarang ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan NKRI supaya pemangku kepentingan terkait dapat langsung mengambil langkah tegas demi memutus ideologi anti-Pancasila dan anti-NKRI.

"Belum ada regulasi yang melarangnya, meskipun mereka sudah melakukan takfiri, menunjukkan sikap intoleransi terhadap keragaman perbedaan, eksklusif terhadap lingkungan, serta anti terhadap pemerintahan yang sah, dan sebagainya; itu belum bisa ditindak," ujarnya.

Ia berharap masyarakat dapat memaknai peristiwa penangkapan anggota NII yang mengancam kedaulatan negara sebagai kewaspadaan nasional.

"Sekali lagi, ini harus menjadi kewaspadaan nasional; dan upaya yang dilakukan Densus 88 Polri, BNPT dan stakeholder (pemangku kepentingan) lainnya harus kita dukung," ujarnya. (ANTARA)

Load More