SuaraBali.id - Sejak tahun 2018, fenomena tanah bergerak telah meresahkan warga di Desa Persiapan Benteng Tado, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Tokoh masyarakat Kampung Wae Munting, Viktor Bitrudis, di Kampung Wae Munting, Desa Persiapan Benteng Tado mengatakan kejadian ini membuat rumah warga rusak.
"Kejadian ini sudah terjadi sejak tahun 2018. Ada dua kampung yang mengalami, yakni Kampung Wae Munting ini dan Kampung Dange," katanya, Senin (28/3/2022).
Viktor menuturkan bahwa pergerakan tanah menyebabkan penurunan dasar rumah milik Benyamin Nenohaifeto (43) dan Mateus Demin (56) dan dia melaporkannya ke pemerintah desa.
Pada tahun 2019, ia melanjutkan, pergerakan tanah juga menyebabkan retakan dan penurunan blok tanah di beberapa rumah di Kampung Wae Munting, tetapi tidak dilaporkan ke pemerintah desa karena laporan tahun sebelumnya tidak ditindaklanjuti.
Adanya kerusakan dua rumah warga yang mengalami penurunan dasar karena tanah bergerak semakin bertambah pada 2020 dan pada 2021 dua rumah warga yang terdampak pergerakan tanah roboh.
Sebenarnya kejadian itu sudah dilaporkan ke Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Manggarai Barat, tetapi tidak segera ditindaklanjuti.
Pada Februari 2022, ia mengatakan, ada tambahan lima rumah warga yang rusak akibat pergerakan tanah di Kampung Wae Munting. Petugas BPBD Manggarai Barat kemudian datang ke Kampung Wae Munting untuk mengecek dampak pergerakan tanah.
Viktor mengatakan bahwa total ada sembilan rumah warga di Kampung Wae Munting yang rusak akibat pergerakan tanah, ada yang fondasinya turun, lantainya retak, dan bangunannya bergeser.
Menurut dia, kerusakan total terjadi pada rumah milik keluarga Benyamin Nenohaifeto dan Simplisius Jempu. Rumah permanen berukuran 6x8 meter milik Benyamin telah dua kali mengalami kerusakan akibat pergerakan tanah, tahun 2018 dan 2022.
Sedangkan rumah permanen berukuran 6x8 meter milik keluarga Simplisius rusak total pada Februari 2022. Warga yang rumahnya terdampak pergerakan tanah, kata Viktor, ada yang sampai mengungsi ke rumah kerabat atau membangun pondok sementara di kebun.
Fenomena pergerakan tanah membuat warga desa khawatir, utamanya saat hujan turun.
"Sejak tahun 2018 masyarakat sudah resah dengan pergeseran tanah itu, tapi mau pindah ke mana lagi? Semua masyarakat resah. Kalau hujan malam, apalagi gempa, masyarakat semua tidak tidur," tukasnya. (ANTARA)
Berita Terkait
-
Hujan Deras Jumat Sore, Warga Pela Mampang Dikepung Banjir, Ketinggian Air Ada yang Mencapai 60 Cm
-
Koleksi Perhiasan Tex Saverio Ini Dibuat Demi Masa Depan Anak-anak NTT
-
Suasana Pasca Banjir Bandang di Sumatera
-
Waspada Rob! Malam Minggu Pluit dan Marunda Masih Tergenang, BPBD DKI Jakarta Kebut Penyedotan Air
-
Petugas BPBD Aceh Tahan Tangis saat Akui Tak Kuat Lagi Angkut Jenazah
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Batik Malessa, Dari Kampung Tipes Memberdayakan Perempuan dan Menggerakkan Ekonomi Keluarga
-
BRI Bersama BNI dan PT SMI Biayai Proyek Flyover Sitinjau Lauik Senilai Rp2,2 Triliun
-
Rekomendasi Rental Motor Murah di Bali Mulai Rp50 Ribu
-
5 Rekomendasi Penginapan Murah Meriah di Ubud Bali
-
7 Tempat Wisata Wajib Dikunjungi Saat Pertama Kali ke Bali