Eviera Paramita Sandi
Jum'at, 25 Februari 2022 | 19:23 WIB
TGB Muhammad Zainul Majdi (Foto: Antara)

Sehingga dari pengeras suara di masjid itu digunakan untuk  mengumumkan ada kematian kemudian kalau ada kegiatan gotong royong, dan ada kegiatan kemasyarakatan lainnya.

Fungsi Sosial Budaya

Pengeras suara masjid atau musala juga memiliki juga fungsi sosial budaya. Jadi, menurut TGB di daerah-daerah seperti misalnya di NTB justru pengeras suara masjid itu bukan mengganggu sebaliknya malah menjadi rujukan dari masyarakat di desa.

"Karena di situ sekali lagi bisa juga digunakan untuk banyak pengumuman-pengumuman yang menjadi perhatian dari masyarakat," ujarnya.

Yang justru bermasalah, kata TGB adalah di masyarakat perkotaan. Di perkotaan tidak hanya satu agama.

Seperti di Jakarta, pendudunya heterogen memungkinkan untuk diatur. 

Meski begitu, sambung TGB, pengaturan ini lebih baik diserahkan kepada kearifan bersama. Di Indonesia ada Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), sesuai namanya forum ini kerjasama umat beragama.

Untuk daerah-daerah tertentu dimana masyarakatnya sangat heterogen diatur. Penggunaan pengeras suara di rumah ibadah itu disesuaikan tak terlalu besar.

"Diserahkan kepada FKUB untuk kemudian membuat kesepakatan bersama. Kesepakatan itu lahir dan dibicarakan di tingkat masyarakat dan disepakati itu akan jauh lebih mudah diterima," ujarnya.

"Dibanding surat edaran yang isinya berlaku untuk semua padahal situasi masing-masing daerah itu  beda-beda," sambungnya.

Di NTB yang dikenal dengan Pulau Seribu Masjid, ucap TGB, suara dari masjid yang dirindukan. Suara yang justru menjadi penyejuk, tidak ada yang merasa terganggu.

Bila hal ini berkenan dikoreksi menjadi hal bagus, sehingga tidak terkesan hanya menyasar kepada masjid dan musala.

Kontributor : Lalu Muhammad Helmi Akbar

Load More