SuaraBali.id - Cerita tentang hari raya suci di Bali pada tahun 1500-an dikisahkan oleh seorang bule asal Eropa. Hari raya tersebut disebutnya dirayakan dua kali dalam setahun dan penuh dengan toleransi antar pemeluk kepercayaan.
Saat hari raya diadakan pesta besar dengan menyantap aneka hidangan termasuk daging anjing.
Hal terkait perayaan hari raya di Bali pada abad ke 15 ini ditulis oleh Aernoudt Lintgenzoon, seorang warga Eropa yang berada di Bali dalam jangka waktu lama.
Tulisan berjudul "Verhael Bant Gheenne mij op't eijllant van baelle" atau "The Story of What Befell Me on The Island of Bali (1856)" ini dibuat sebagai laporan kepada para donatur pelayaran pertama bangsa Belanda.
Tulisan Lintgenzoon kemudian disusun lagi dalam buku "Bali Tempo Doeloe", yang disusun Adrian Vickers.
Saat Aernoudt Lintgenzoon berkunjung ke Bali, waktu itu Bali diperintah oleh Raja Dalem Seganing (1550-1632). Dalem Seganing adalah Raja Bali yang pertama kali bertemu pendatang Belanda pada tahun 1597.
Kepada penulis Aernoudt Lintgenzoon, "Kijlloer" atau Menteri Utama Raja Bali waktu itu (1597) mengatakan, Penduduk Bali waktu itu sekitar 300 ribu orang tinggal di wilayah perkampungan dan perkotaan.
Penduduk "Baelle" (Bali) waktu itu tidak melakukan aktivitaspelayaran, raja tidak repot dengan urusan negeri lain karena Pulau Baelle mampu memenuhi kebutuhan hidup para penduduknya.
Sungai mengalir ke seluruh negeri melalui kanal-kanal dan tetap mengalir walau hujan tidak turun.
Hujan disebut selalu turun sepanjang tahun.
Di belakang rumah "Kijlloer" ada tiga buah "rumah" kecil dari anyaman rotan ditopang empat tiang kecil (kemungkinan yang dimaksud semacam sanggah/merajan). Persembahan untuk para dewa dilakukan pada hari raya suci yang dirayakan dua kali dalam setahun.
Hari raya pertama ketika padi mulai ditanam. Hari raya suci kedua dirayakan ketika padi akan dipanen.
Dalam tulisannya, Aernoudt Lintgenzoon mengatakan pada hari raya diadakan pesta besar yang diiringi gambelan yang meriah.
Selain gambelan meriah, mereka (warga Kerajaan Bali) juga menyantap aneka hidangan lezat termasuk mengudap atau makan daging anjing pada saat pesta besar itu berlangsung.
Saat itu banyak terdapat aliran kepercayaan namun warga masyarakat saling menghargai antar kepercayaan, seperti kepercayaan menyembah matahari, bulan, sapi jantan dan sebagainya.
Berita Terkait
-
Melanie Subono Sentil Keras Mason Elephant Park Bali: Gajah Ditunggangi dan Dijadikan Kanvas Lukis
-
Niatnya Bikin Konten Nakal di Bali, Bintang OnlyFans Ini Malah Berakhir Didenda dan Dideportasi
-
Melalui Kolaborasi Global di Bali, BKSAP Dukung Penguatan Diplomasi Ekonomi Biru Berkelanjutan
-
Dari Warung Gelap Jadi Regulasi Ketat: Mengapa Jakarta Melarang Konsumsi Anjing dan Kucing?
-
Hey Bali Tawarkan Penitipan Barang Gratis Selama 4 Jam, Strategi Bangun Kepercayaan Wisatawan
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
Terkini
-
Apa Jasa Raden Aria Wirjaatmadja bagi BRI? Begini Kisahnya
-
TikTok Diprediksi 'Menggila' Saat Nataru, Trafik Data Bali-Nusra Diproyeksikan Naik
-
Batik Malessa, Dari Kampung Tipes Memberdayakan Perempuan dan Menggerakkan Ekonomi Keluarga
-
BRI Bersama BNI dan PT SMI Biayai Proyek Flyover Sitinjau Lauik Senilai Rp2,2 Triliun
-
Rekomendasi Rental Motor Murah di Bali Mulai Rp50 Ribu