Scroll untuk membaca artikel
Pebriansyah Ariefana
Senin, 12 April 2021 | 13:58 WIB
Gisella Anastasia alias Gisel [Suara.com/Herwanto]

SuaraBali.id - Tersangka video syur Gisel minta warung kecil kena pajak royalti musik. Kata dia, ini demi keadilan.

Gisel yang juga penyanyi bernama asli Gisella Anastasia itu menanggapi pengesahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021. PP Ini soal Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.
Hanya saja, mantan istri Gading Marten ini mengaku masih bingung dengan PP tersebut.

Menurut Gisel, PP tersebut belum jelas menyebut seperti apa batasan layanan publik komersial yang wajib membayar royalti jika memutar lagu.

"Aku juga bingung. Di satu sisi memang menguntungkan musisi dan industri musik. Tapi di sisi lain aku bingung juga, ini mendatanya gimana? Sampai sejauh mana? Sebesar apa tempat-tempat yang dikenakan royalti," ujar Gisel usai jalani wajib lapor di Polda Metro Jaya, Senin (12/4/2021).

Baca Juga: Soal PP Royalti, Gisel : Kalau Mau Adil, Warung Kecil Juga Kena

"Karena kalau mau adil, semua dong, warung-warung kecil kena juga dan itu bakal bikin ribet banget," ujar Gisel.

Namun, Gisel tetap mendukung pengesehan PP tersebut jika pemerintah sudah membuat sistem agar penerapannya berjalan lancar. Yang penting kata dia, jangan sampai merugikan satu pihak.

"Kalau memang sudah ada sistemnya ya monggo sih, selama nggak memberatkan. Ya intinya yang win win solution saja lah, jangan sampai merugikan salah satu pihak," kata Gisel.

Gisel pun sadar bahwa pengelolaan royalti dapat menjamin masa depan para musisi.

Sehingga, ibu satu anak ini tak persoalkan jika pemerintah memang bisa menerapkan kebijakan royalti dengan baik.

Baca Juga: Gisella Anastasia Bantah Pernah Absen Wajib Lapor

"Kan ini untuk kesejahteraan bersama juga, khususnya di dunia permusikan. Kan aku juga gede dari musik, jadi ngerti banget soal royalti," kata Gisel.

"Tapi ya dibikin rapi dulu saja sistemnya, biar jelas dan adil," ujar dia lagi.

PP Royalti telah disahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 30 Maret 2021.

Pasal 3 ayat (1) PP tersebut berbunyi, "Setiap orang dapat melakukan penggunaan secara komersial lagu dan/atau musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial dengan membayar royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta, dan/atau pemilik hak terkait melalui LMKN (Lembaga Manajemen Kolektif Nasional)."

Sementara, bentuk layanan publik yang bersifat komersial antara lain seminar dan konferensi komersial, restoran, kafe, pub, bar, bistro, kelab malam dan diskotek, konser musik, pesawat udara, bus, kereta api, dan kapal laut, serta pameran dan bazar.

Ada juga bioskop, nada tunggu telepon, bank dan kantor, pertokoan, pusat rekreasi, lembaga penyiaran televisi, lembaga penyiaran radio, hotel, kamar hotel, dan fasilitas hotel, dan usaha karaoke.

Load More