Scroll untuk membaca artikel
Bangun Santoso
Minggu, 14 Maret 2021 | 08:19 WIB
Petugas kepolisian mendampingi mantan anggota DPRD NTB berinisial AA yang menjadi tersangka kasus asusila terhadap anak kandungnya ketika dihadirkan dalam konferensi pers di Mapolresta Mataram, NTB, Kamis (21/1/2021). (ANTARA/Dhimas B.P.)

SuaraBali.id - Polresta Mataram kekinian mengaku kesulitan untuk melanjutkan kasus pencabulan anak kandung yang menjerat AA (65), eks anggota DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat.

AA sebelumnya dilaporkan karena tega mencabuli putri kandungnya sendiri saat sang istri tengah dirawat di rumah sakit akibat terpapar Covid-19.

Dilansir dari Beritabali.com (jaringan Suara.com), eks anggota DPRD NTB itu melakukan aksi cabul kepada anaknya pada pertengahan Januari 2021 lalu.

Polresta Mataram telah melimpahkan berkas kasus tersebut ke kejaksaan. Namun berkas tersebut dikembalikan atau P-19. Jaksa meminta penyidik memperbaiki berkas kasus tersebut.

Baca Juga: Biadap! Ayah di Sumut Tega Hamili Putri Kandung

Kasatreskrim Polresta Mataram, Kompol Kadek Adi Budi Astawa mengakui, pihaknya mengalami kesulitan untuk membawa perkara tersebut ke pengadilan. Itu karena korban telah mencabut laporan ke polisi.

“Ya masih P-19, kita masih lengkapi. Progres jalan terus, tapi pihak pelapor ada cabut laporan dan ada perdamaian,” kata Kadek Adi Astawa, Jumat (12/3).

Menurut Kadek, kasus tersebut kemungkinan diselesaikan secara restoratif justice (RJ) dengan mengutamakan perdamaian. Yakni sebuah pendekatan yang ingin mengurangi kejahatan dengan menggelar pertemuan antara korban dan terdakwa.

“Merujuk kepada kebijakan bapak Kapolri terkait RJ, antara pelapor dan terlapor sudah cabut, perkara susah dilanjutkan,” ujar Kadek.

Ia menjelaskan, pihak Kejaksaan mengatakan, bahwa korban tidak ingin hadir pada sidang jika kasus tersebut dilanjutkan. Hal ini membuat dilema aparat.

Baca Juga: Bejat! Ayah di Sumut Setubuhi Anak Kandung hingga Melahirkan

“Karena penyampaian korban ke Kejaksaan nantinya pas sidang enggak mau hadir. Susah nantinya, makanya kita masih diskusi sama jaksa. Jaksa juga terkendala,” katanya.

Hanya saja, dia mengatakan belum berani menghentikan kasus tersebut, karena khawatir justru akan menimbulkan efek lebih besar.

“Belum ada dihentikan, masih pertimbangan juga. Jangan sampai menimbulkan efek lebih besar,” katanya.

Kompol Kadek juga telah diminta oleh ibu korban agar kasus tersebut dihentikan. Dia tidak ingin anaknya terbebani saat sidang yang justru berhadapan dengan ayahnya sebagai terdakwa.

“Kita memprotek korban, mengakomodir rasa keadilan bagi korban. Karena kemarin ibunya bilang nanti anaknya tambah drop hadir di persidangan. Lagian ini masalah antara anak dan bapak kandung, tolong pikirkan masa depan anak saya,” ujarnya.

Atas permintaan ibu korban itu, ia mengatakan akan mempertimbangkan menggunakan restoratif justice dalam kasus tersebut.

“Awal mula proses penyidikan pasti ada laporan dari pelapor. Kalau dicabut apalagi yang harus dipermasalahkan,”katanya.

“Kita takut perkara ini sama kayak perkara IRT di Lombok Tengah. Keadilan restoratif yang harus diutamakan bukan penegakan hukumnya,” imbuhnya.

Sementara itu, Kepala Kepolisian Resor Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, mempersilakan mantan anggota DPRD NTB berinisial AA (65) yang menjadi tersangka kasus dugaan asusila terhadap anak kandungnya untuk mengajukan penangguhan penahanan.

"Silahkan saja ajukan (penangguhan), itu haknya tersangka," kata Kapolresta Mataram Kombes Pol Heri Wahyudi di Mataram.

Namun demikian, Heri mengatakan bahwa penyidik untuk saat ini belum dapat mengabulkan apabila dari pihak tersangka mengajukannya.

"Tetapi untuk sementara kita tidak bisa kabulkan," ujarnya.

Pertimbangan kuat penyidik akan menolaknya, jelas Heri, dilihat dari konstruksi kasus AA. Menurutnya, kasus ini dapat membuka peluang tersangka untuk mengulangi perbuatannya.

"Umumnya seperti itu, kita tidak kabulkan agar yang bersangkutan tidak mengulangi perbuatannya, menghilangkan barang bukti dan menyulitkan proses penyidikannya yang sekarang sedang berjalan," ucap Kapolres.

Sementara kuasa hukum tersangka, A Nurdin Dino, enggan berkomentar banyak. Menurutnya, ia hanya memastikan pendampingan hukum akan dilakukan dengan mengedepankan hak kliennya.

Sebagai tersangka AA dalam kasus ini disangkakan Pasal 82 Ayat 2 Perppu 1/2016 Juncto Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35/2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak.

Sesuai sangkaan, AA terancam pidana kurungan paling lama 15 tahun penjara dengan denda Rp 5 miliar ditambah sepertiga ancaman hukuman dari pidana pokoknya.

Kemudian korban dalam kasus ini adalah anak kandungnya dari istri kedua. Korban yang masih duduk di bangku sekolah menengah atas itu melaporkan perbuatan ayahnya ke Polresta Mataram, Selasa (19/1) lalu.

Load More