“Kalau menurut ulama tafsir, umat Islam mempercayai Nabi Isa dan Nabi Musa, tetapi tidak sebaliknya. Umat-umat Kristiani atau Yahudi tidak mempercayai Kenabian Nabi Muhammad. Nah, ini alasannya untuk kehati-hatian. Kan, laki-laki itu sebagai pemimpin yang menentukan. Takutnya, kalau perempuan ikut laki-laki yang nonmuslim, ikut suami malah pindah agama.”

Lebih lanjut, Ustadz Ahong juga menjelaskan bahwa masih ada kemungkinan bagi pasangan beda agama untuk menikah.
Hal ini berkaitan dengan konteks yang disebutkan dalam karya tafisr Al Quran yang ditulis oleh Imam Ibnu Araby.
“Di situ ada namanya musyrikat, perempuan musrik. Terus juga ada Al Kuffar. Dalam Ahkamul Quran, Imam Ibnu Araby itu menyebutkan bahwasanya yang dimaksud musyrik dan kuffar di situ adalah musyrik mekah dan kufar mekah. Artinya, mereka itu adalah orang-orang yang non muslim tapi memerangi Islam.”
Baca Juga:Profil Kriss Hatta, Mengaku Masuk Islam Tidak dari Hati Demi Menikah
“Kalau di balik, kalau bukan muslim Arab terus tidak memerangi orang Islam itu masih ada peluang diperbolehkan.”
Dalam kesempatan yang sama, Ustadz Ahong juga menjelaskan terkait pilihan iman anak jika terlahir dari orang tua yang berbeda agama. Menurutnya, ada empat mazhab yang berbeda yang mengatur hal ini.
Ada mazhab yang menganjurkan anak untuk memilih agama Islam, sementara itu ada pula mazhab yang membebaskan pilihan agama anak.
“Ulama beda pendapat. Kalau mazhab Imam Syafii dan Hambali, yaitu (anak mengikuti) orang tua yang beragama Islam. Tapi ada mazhab lain, yaitu mazhab Maliki dan Hanafi, agama (anak) enggak jadi persyaratan anak itu mau ikut ayahnya atau ibunya.”
Baca Juga:Tak Terima Disebut Teroris, Andi Arief: Munarman Kawan Baik Saya
- 1
- 2