SuaraBali.id - Anak buah Moeldoko di Kantor Staf Kepresidenan, Ali Mochtar Ngabalin sebut komentar Bambang Widjojanto atau BW jijik. BW komentar soal aksi kudeta Moeldoko.
BW sebagai kuasa hukum Partai Demokrat mengatakan bahwa kisruh demokrat sebagai suatu bentuk brutalitas terhadap demokrasi.
Selain itu, BW juga mengatakan bahwa kejadian di mana segelintir kader yang telah dipecat kemudian melakukan ‘kudeta’, bukan hanya bentuk serangan ke Partai Demokrat, namun juga serangan ke negara dan pemerintah.
“Ini brutalitas, brutalitas demokratik terjadi di negara ini pada periode kepemimpinannya Pak Jokowi, mudah-mudahan ini bisa diatasi,” kata BW, Jumat lalu
Baca Juga:Kemelut Demokrat: Kubu Moeldoko Siap Hadapi Gugatan AHY
“Kalau segelintir orang yang sudah dipecat sebagian besarnya bisa melakukan tindakan seperti ini, ini yang diserang sebenarnya negara, kekuasaan dan pemerintahan yang sah. bukan sekadar Partai Demokrat,” ujar BW kala itu.
Lalu, Ngabalin pun menegur BW terkait pernyataannya melalui cuitan di twitter.
“Waktu saya ditanya ‘apa komentar saya atas pernyataan saudara Bambang Widjojanto’, saya bilang lucu, geli, dan jijik,” kata Ngabalin melalui video yang ia unggah di akun twitter-nya @AliNgabalinNew pada Sabtu (13/3/2021).
Ngabalin mempertanyakan mengapa Presiden Jokowi yang diseret ke dalam kisruh internal Demokrat.
“Ada orang Demokrat, masalahnya masalah internal partai. Kemudian yang buat KLB KLB adalah orang Demokrat. Kok Jokowi yang jadi bulan-bulanan?” ujarnya tertawa.
Baca Juga:Pengacara Kubu Moeldoko Siap Bertarung dengan Kubu AHY di Pengadilan
Menurutnya, melibatkan Jokowi adalah suatu kerangka berpikir yang keliru dan menyesatkan publik.
Terlebih soal pernyataan BW bahwa serangan ke Demokrat juga adalah serangan ke negara, kekuasaan, dan pemerintah.
“Ini ada kerangka berpikir yang keliru, menyesatkan publik. Sesat yah, tidak saja sesat tapi menyesatkan. Di mana logikanya, ada masalah internal partai politik, kemudian partai itu dinilai telah diserang, kemudian negara, kekuasaan, dan pemerintahan yang sah dan diserang kemudian ada brutalisme demokrasi. Lucu,” kata Ngabalin.
Ia juga mempermasalahkan diksi yang dipakai BW terkait ‘brutalitas demokratik’ yang ia anggap salah penempatan.
“Diksi yang saya kira harus butuh referensi yang kuat ini, Mas Bambang ini, yah. Brutal itu, Bung, artinya kasar, artinya kurang ajar, artinya biadab, tidak tahu aturan. Siapa yang Anda maksud dengan brutal itu? Yah. Di era demokrasi, di era Pak Jokowi itu yang Anda maksudkan dengan brutal itu yang siapa? Siapa yang kurang ajar? Siapa yang kasar? Siapa yang biadab? Itu yang Anda maksud itu siapa?” cecar Ngabalin.
Ia menyayangkan bahwa tokoh penegak hukum seperti BW melontarkan pernyataan yang menyerang.
“Masa ada tokoh seperti Bambang Widjojanto komentarnya seperti itu? Aduh! Sayang sekali. Yah?!” ujarnya diselai tawa.
“Jadilah pembela hukum, pengacara yang profesional. Pembela hukum itu kan Anda tahu, itu kan penegak hukum. Jadi jangan Anda menabrak hukum. Kalau kehabisan argumentasi, saya kira tidak perlu harus serang menyerang ke sana ke mari,” tegasnya.
Ngabalin juga menegaskan bahwa Pemerintah telah beberapa kali menyampaikan keterangan yang terbuka.
Maka, seharusnya BW membuka diri untuk mendengar keterangan tersebut,
“Berkali-kali kami, pemerintah, telah memberikan keterangan secara terbuka ke ruaang publik. Masa sih, tidak pakai hati, tidak pakai nurani, tidak akal sehat dalam menerjemahkan semua diksi dan narasi yang telah kami sampaikan,” jelas Ngabalin.
Di akhir, Ngabalin juga menyampaikan bahwa Pemerintah akan bekerja sesuai dengan peraturan yang berlaku.
“Pemerintah pasti bekerja secara profesional. Ada Undang-Undangnya, ada Anggaran Dasar, ada Anggaran Rumah Tangga. Buka itu kuping, biar terbuka, biar mengerti apa yang telah kami jelaskan,” tutupnya.