
SuaraBali.id - Pengamat spiritual sekaligus sesepuh perguruan Sandhi Murthi, Ngurah Harta menjabarkan perbedaan Sulinggih (pemuka agama Hindu) dulu dan sekarang.
Zaman sekarang, Sulinggih tidak seangker pada dulu ketika dirinya masih anak-anak.
Sekarang, kata dia, Sulinggih perilakunya hanya action saja untuk tujuan tertentu yang tidak bisa didapatkan ketika sebelum menjadi Sulinggih.
"Masyarakat kita cepat sekali kagum melihat kegagahan yang dipoles tanpa dasar perilaku yang benar, sehingga banyak mengklaim dirinya menjadi sesuatu yang dikhayalkan karena mendengar cerita dan melihat perlakukan masyarakat terhadap Sulinggih yang sangat dihormati sekali," jelasnya dilansir laman BeritaBali, Rabu (10/3/2021).
Baca Juga: Apa Itu Dulang? Alat Pembawa Makanan Khas Daerah Bali
Berbeda dengan dulu, menurutnya, waktu zaman kerajaan orang yang akan mediksa menjadi Sulinggih harus menghadap Raja dan sembahyang di tempat persembahyangan Raja.
Kalau sudah direstui Raja, beliau memerintahkan desa asal dari calon Sulinggih untuk membuat panitia pediksan Sulinggih. Sehingga Sulinggih itu sisyanya adalah warga desa tempatnya didiksa dengan sepengetahuan Raja.
"Sekarang di zaman republik ini posisi raja itu ada pada Parisadha, yang duduk di Parisadha harus memahami tata kelola tradisional dengan pemahaman adat istiadat dan budaya, baik tentang diksa pariksa siapa guru waktu calon sulinggih dan siapa guru diksanya dan panitia dari desa adatnya juga harus jelas," tegasnya.
Sehingga ada yang mempertanggungjawabkan perilaku calon Sulinggih saat sudah menjadi Sulinggih.
Penjabaran ini muncul setelah polemik akhir-akhir ini tentang oknum Sulinggih yang dikaitkan dengan kasus pelecehan seksual.
Baca Juga: Sulinggih di Bali Laporkan Akun Medsos ke Polisi soal Isu Pelecehan Seksual
Menurutnya hal ini merupakan simbol dari Kaliyuga, dalam tutur orang tua dulu dimana kala orang berlomba-lomba ingin menjadi Sulinggih itu adalah simbol Kaliyuga sudah di ambang pintu.
Menurutnya, semua pihak harus evaluasi diri atau Mulat Sarira. Ia menyarankan agar Sulinggih membenahi diri dan jangan hanya ingin diakui oleh masyarakat bahwa sudah suci dengan didiksa menjadi sulinggih.
Menurutnya, perilaku yang harus dibenahi dengan tingkah laku positif, bukan simbol yang dijalankan.
"Kalau simbol dijalankan tapi perilakunya seperti raksasa, itu artinya apa?" pungkasnya.
Berita Terkait
-
Profil Putri Gus Dur Inayah Wahid: Semprot Gus Miftah Pemuka Agama Jalur Ngaku-ngaku, Dulu Sindir Kaesang Pangarep!
-
Ganjar Pranowo Gelar Silaturahmi dengan Pemuka Agama di Manggarai, Programnya Diyakini Bawa Efek Positif bagi Bangsa
-
Dokter Richard Lee Undang Dondy Tan usai Bertekad Belajar Islam, Netizen Yakin Bakal Log in
-
Pemuka Agama Singgung Akal Sehat Inara Rusli Usai Buka Cadar di Depan Publik
-
10 Artis yang Ternyata Anak Tokoh Pemuka Agama, Astrid Kuya Anak Pendeta yang Pilih Jadi Mualaf
Terpopuler
- Joey Pelupessy Mengeluh Usai Bela Timnas Indonesia: Saya Tidak Bisa...
- Selamat Tinggal Denny Landzaat, Bisa Cabut dari Patrick Kluivert
- Timnas Indonesia Segera Punya Striker Naturalisasi Baru? Penyerang Gesit Haus Gol
- FIFA Larang Penyerang Ini Bela Timnas Indonesia, Padahal Setuju Dinaturalisasi
- Hibah Tanah UNY Jadi Penyesalan? Pemkab Gunungkidul Geram Atlet Ditarik Biaya
Pilihan
-
Bali Blackout, Update Terkini Listrik di Pulau Dewata Padam
-
Sekolah Perintis Peradaban Magelang: Mengajar Anak Menjadi Tuan atas Diri Sendiri
-
Prabowo Bakal Kenakan Tarif Pajak Tinggi Buat Orang Kaya RI
-
Ahmad Dhani Hubungi Rayen Pono usai Dilaporkan, tapi Bukan Ngajak Damai Malah Meledek: Arogan!
-
6 Rekomendasi HP Mirip iPhone, Mulai Rp 1,1 Jutaan Terbaik Mei 2025
Terkini
-
Bali Blackout Menjelang Kuningan, Sejumlah Layanan Publik Terganggu
-
Update, Link DANA Kaget Malam Ini, Klaim Sebelum Menyesal Karena Lambat
-
Yenny Wahid Minta Atlet Dunia Panjat Tebing Hormati Canang Dan Penyebutan Nama Orang Bali
-
Lewat Ini Sekolahku BRI Perkuat Komitmen Pendidikan di Hari Hardiknas
-
Jumat Berkah, Masih Ada Saldo dari DANA Kaget, Klaim Segera di 3 Link